Direktur Mun

Jadi, sudah lama tidak menyentuh tempat ini. Lebih tepatnya, sudah lama tidak menyentuh blog pada umumnya. Terakhir kali gw buat entri blog itu 2015, di blog sebelah yang sama tak tersentuhnya. Tahun berapa sekarang? 2018.

Kabar baiknya, KeBi masih langgeng sampai sekarang.

Setelah beberapa episode nostalgia, kenapa nggak gw isi lagi ini blog? Kebetulan gw juga udah lama ga nulis (dalam bahasa ibu), dan keberadaan blog ini terlalu unyu untuk dibiarkan. Agar berfaedah, sepertinya lebih baik juga kalau gw punya topik tertentu. Kebetulan gw baru punya kucing baru di rumah.

Kucing baru di rumah gw. Kedengarannya hal biasa. Tapi itu suatu hal besar buat gw, karena sebagai berikut. 

Emak gw yang 'adopsi' tanpa iya dari gw. Kejadiannya mirip dengan insiden anak ayam zaman SMA dulu. Selasa tanggal 24 Juli, ketika gremlin 1 dan 2 (keponakan gw) libur karena ada apeksi, gw dibangunkan sekitar jam setengah 8 oleh gremlin 1 bahwa emaknya (kakak gw yg pertama) manggil gw. Tentu, gw enggan, tapi rasa penasaran mengalahkan enggan tersebut dan dia pun mengatakan bahwa emak gw mau mengadopsi kucing atau anak baru atau sesuatu (ingatan gw blur karena setengah sadar). Gw yang kesel dan malamnya baru tidur jam 2 kembali ke kamar dan mencoba tidur lagi. 

Gagal--sejam kemudian terdengar beberapa suara bahwa 'kucingnya datang', dan benarlah temen ibu gw datang dengan kucing dua bulan. Kalang kabutlah gw karena gaada persiapan apapun. Untungnya, si gremlin nomor 3 ini nggak terlalu rewel walaupun masih kebingungan. Terpaksa lah gw pergi beli litter box dan kawan-kawannya, dan lanjutlah 'perkenalan' si gremlin dengan rumah, dan rumah dengan gremlin. Gw gapernah punya kucing rumahan sebelumnya (emaknya berbulu panjang--mungkin angora, dan bapaknya tidak diketahui--sepertinya kampung), jadi gw sempat gabisa tidur lagi malam selanjutnya.

Hari-hari pertama, gw yg ngurusin semua. Terbentuklah pertanyaan--gw balik ke Surabaya sebentar lagi. Kalau gw gaada, siapa yang ngurus? Gw bertanya lah kepada emak gw, dan rupanya emak gw lah yang bertanggung jawab (seperti seharusnya, karena dia yang adopsi). Makin hari, si gremlin pun sudah biasa di rumah, dan yang lain juga sudah biasa. Berarti situasi sudah lumayan mantap, kalau bisa adopsi kucing begini.

Dari itu, gw menyimpulkan bahwa gw punya rumah lagi. Which is nice.

Selama gw kuliah, rasanya gw bingung gw punya rumah apa nggak. Bukan 'house'--itu ada, tapi 'home' yang gaada. Di rumah cuma ada emak gw, dan bapak gw bolak balik ke Tanjung Selor. Kakak gw berkeluarga di Serpong. Kalau gw pulang, rumah selalu sepi. Ada banyak nostalgia, tapi nggak sama. Ada perasaan yang tertinggal. Untungnya ada beberapa anggota KeBi yang di Tarakan. Itu pun kalau gw pulang. Kadang pulang ke rumah kakak gw, atau lebaran di kampung. Jadi kadang gw kangen rumah, tapi nggak kesampaian pulang. Jadi solusi gw adalah mengubah definisi rumah. Kalau ada emak, itu berarti pulang. Kalau masa-masa kuliah, emak gw tinggal sendirian di rumah. Kadang ke Serpong, tapi rumah dan percetakan harus diurus, jadi dia harus di Tarakan. Bayangkan betapa kesepiannya.

Dulu, gw paling anti dibilang anak mama. Sekarang begitu gw udah gede dan empati gw lebih besar sedikit dari 0%, gw seneng-seneng aja dibilang anak mama.

Beberapa minggu sebelum lebaran tahun ini, gw ditelpon emak bahwa kakak gw akan pindah ke Tarakan. Respon gw datar, seperti biasa, tapi gw senang bukan main. Dua hal--emak ga kesepian dan gw punya rumah lagi. Walaupun tahun depan bakal pindah ke rumah dinas, setidaknya ada yang kejelasan. Lalu, bapak gw terpilih jadi wawali dan si kucing datang.

Jadi, si kucing ini jadi semacam simbol stabilitas buat gw. Gw dengan senang menunggu momen desember nanti, ketika gw ketemu dia lagi waktu liburan semester, ketika gw pulang ke rumah.

Btw, si gremlin. Dua hari pertama terjadi kebingungan soal namanya. Dari Raif (dari keponakan, nama yang buruk menurut gw), nama-nama yang sering terdengar anak-anak (Lego, Ninjago, Pororo, etc) dan segala jenis nama makanan (dari pizza sampai nama-nama keju). Gw pun bilang kalau soal nama serahkan pada emak gw yang mengadopsi. Akhirnya? Summun. Atau Soomun. Gw gapernah ngerti ejaannya. Tapi itu nama mendiang kucing gw sebelumnya yang juga dipilih emak. Cocok--sama-sama jantan dan warnanya sama. Jadi gw dengan bahagia menerima. Nama dari drama korea... setidaknya lebih baik dari Lee Min Ho.

Summun yang dulu nama lengkapnya Romeo Summun de Lavea Djuprianto (oleh kakak gw yg ke 2), sedangkan yang ini Direktur Mun Djuprianto (oleh kakak gw yg pertama).

Tanggal 12 nanti gw balik ke Surabaya, kembali ke kegilaan yang dinamakan kuliah. Sementara gw masih di sini, gw mau menikmati rumah walaupun kamar gw sudah terbelah dua. Liburan kali ini lumayan banyak jalan sama KeBi, dan gw senang.

It's nice to be home.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebi Selfie Drawing

KeBi Male Version